Dalam Jurnal Komunikasi Universitas Islam
Indonesia,
Zaki Habibi menulis artikel yang berjudul
Citizen Journalism :Ketika Berita Tidak Hanya Memiliki Satu Muka (19:2007) mengungkapkan:
Di saat jurnalistik, lebih khusus lagi dalam media
cetak, sudah mulai menemukan pijakan pasti dalam menyusuri perannya di tengah
gempuran tantangan zaman, gelombang baru muncul lagi. Kemunculan situs web
berita atau online media sempat menjadi diskusi hangat di kalangan
jurnalis. Mulanya, keberadaan media tersebut dinilai akan mengancam keberadaan
media massa. Pasalnya, dari segi kecepatan dan jangkauan khalayak, media
elektronik pun kalah jauh. Lebih-lebih lagi media cetak. Masa yang
disebut-sebut sebagai paperless era alias serba maya tampaknya sudah di
depan mata. Namun rupanya, fenomena ini justru memperkaya konsepsi dan praktik
jurnalistik itu sendiri ketimbang menenggelamkan yang sudah lebih dulu ada.
Werner J. Severin dan James W.
Tankard dalam buku Teori Komunikasi:
Sejarah, Merode, dan Terapan di Media Massa (2005:458) mengutip dari Mc
Luhan mengatakan, media online adalah
gagasan baru dalam bermedia, namun media baru masih mengikut pada media lama
dan bahkan sering memanfaatkan media lama sebagai tolak ukur dalam segi isi yang diterapkan di internet.
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan kecendrungan koran-koran online untuk mengemas kembali
materi-materi dari koran-koran cetak.
Bila dilihat dari sejarah media
bahwa sebuah teknologi baru, tidak pernah menghilangkan teknologi lama,
namun mensubtitusinya. Septiawan Santana
mengatakan dalam Jurnalisme Kontemporer
(2005:135), Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah
alternatif, menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Demikian pula dengan
televisi, meskipun televisi (TV) melemahkan radio, tetap tidak dapat secara
total mengeliminasinya. Maka, cukup adil juga untuk mengatakan bahwa media online mungkin tidak akan bisa
menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan, tampaknya
menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan mendapatkan konsumen berita.
Media online menjadi berbeda dengan media tradisional yang sudah dikenal
sebelumnya (cetak, radio, televisi) bukan semata-mata karena dia mengambil venue yang berbeda; melainkan karena
media ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai karakteristik
yang berbeda, baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan
penerbit dengan pengguna/ pembacanya (http://jurnalisme-makassar.blogspot.com/).
Syarifudin
Yunus dalam Jurnalistik Terapan (2010:33), media online kini menjadi alternatif media yang paling mudah mendapat
akses informasi atau berita. Karena media online
adalah sarana mendapatkan informasi paling efektif yang ada di era lebih
maju yaitu era teknologi informasi.
Dalam sebuah situs (http://jurnalisme-makassar.blogspot.com/)
mengatakan bahwa:
Selama
ini—sadar atau tidak—kita hanya memahami online
dalam artian ditampilkan di sebuah situs web. Padahal 'online' mencakup berbagai tempat perkara (venue): web, e-mail, bulletin board sistem (BBS), IRC, dan lainnya.
Tapi tentu bukan tanpa alasan bahwa kebanyakan media online saat ini diselenggarakan di web.
Dari
sekian venue di internet, web
merupakan venue yang memungkinkan
penyelenggara media online untuk
menyediakan isi dengan features yang sangat kaya dengan cara paling gampang.
Namun, ini tidak berarti bahwa tak ada venue
lain yang dapat dipakai untuk menyelenggarakan jurnalistik online di internet.
Internet memang tidak hanya menyediakan situs web saja,
namun di Indonesia sendiri media online
diselelenggarakan di sebuah situs web seperti Detik.com, Kompas online, Tempo Interaktif, Okezon,
Vivanews, Berita Indonesia dan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar